Selasa, 28 Oktober 2008

Tiktok Juga Menjanjikan

Santoso yang berlatarbelakang arsitektur memulai usaha pembibitan Tiktok sejak tahun 2000. Tiktok yang merupakan persilangan antara itik dan entok menawarkan sejumlah kelebihan. Rasa dagingnya gurih, tidak berbau amis, dan teksturnya pun lembut karena tiktok sudah dipotong umur 1,5—2 bulan dengan bobot 1,8—2 kg/ekor.
Saat ini, Santoso memiliki dua buah resto yang mengolah masakan berbahan dasar tiktok. Kedua restonya di wilayah Depok, Jabar, menghabiskan rata-rata 60 ekor/hari yang dipasok dari peternakan tiktoknya. “Prospek tiktok ke depan sangat menjanjikan. Saya sudah diajak kerjasama untuk mendirikan lima buah resto tiktok di wilayah Depok dan Jakarta,” bebernya.
Dalam usaha pembesaran tiktok, Santoso melibatkan masyarakat sekitar kandang yang terletak di Sawangan, Bogor. Biasanya, para peternak membeli 100—200 ekor bibit tiktok/minggu dengan harga Rp6.000/ekor. Setelah dipelihara selama 1,5—2 bulan, tiktok laku dijual dengan harga Rp25.000/kg.
Jika biaya pakan selama dua bulan Rp11.000/ekor, maka ongkos pembesaran tiktok hanya Rp17.000/ekor. “Kalau ditambah biaya lain sekitar Rp3.000/ekor, total biaya pembesarannya Rp20.000/ekor. Jadi petani bisa untung Rp5.000/ekor,” ucap Santoso. Lebih lanjut Ketua Koperasi Peternak Itik Pedaging Indonesia cabang Depok ini menghitung, bila punya 1.000 ekor, peternak dapat memperoleh laba Rp5 juta/siklus (2 bulan).
Untuk usaha pembesaran tiktok, 1 m² dapat diisi 8—10 ekor. Jika peternak memelihara 500 ekor, berarti ia membutuhkan lahan seluas 500 m². Pria paruh baya ini sebenarnya berharap usahanya bisa menerapkan sistem waralaba. Namun faktor modal yang masih menjadi hambatan. Padahal menurutnya, keuntungan budidaya dan pembesaran tiktok sudah jelas.




Menggiring Laba dari Hasil Selingkuh

DOKUMENTASI PT QUALITY INDONESIA
/
Rabu, 23 Juli 2008 08:55 WIB
Selingkuh ternyata bukan cuma monopoli manusia. Bebek betina dan entok jantan biasa melakukannya. Malah, perselingkuhan bebek dan entok ini sudah menelurkan anak bernama tiktok. Bagi Santoso, peternak bebek asal Depok, Jawa Barat, tiktok adalah sumber rezeki. "Saya mengawinkan itik betina dengan entok jantan. Orang lain biasanya melakukan kebalikannya," ujarnya.
Tubuh tiktok jauh lebih bongsor ketimbang bebek. Soal rasa, daging tiktok tak kalah dengan daging bebek. Kini Santoso benar-benar menikmati laba gurih dari berjualan daging tiktok.
Pria yang berternak unggas sejak 1985 menjelaskan bahwa berternak tiktok lebih murah ketimbang berternak bebek. Maklum, tubuh tiktok lebih cepat besar ketimbang bebek. Dengan begitu, ongkos merawat tiktok juga lebih sedikit.
Untuk membesarkan tiktok hingga mencapai berat 2 kg, Santosa mengaku hanya membutuhkan waktu satu setengah sampai dua bulan. "Kalau bebek biasa, setidaknya membutuhkan waktu empat hingga lima bulan," ujarnya.
Soal makanan, tiktok juga terbilang tidak rewel. Hewan ternak ini doyan makan apa saja, mulai dari dedak hingga limbah dapur. Cuma, Santoso memiliki ramuan khusus untuk makanan tiktok. Ada dua jenis bahan baku makanan tiktok ini. Pertama adalah dedak dan limbah roti. Harga dedak itu di pasar sekitar Rp 2.000 per kg. Sementara itu, untuk limbah roti, harga per kilogram Rp 5.000.
Sebagai gambaran, untuk membesarkan satu tiktok hingga layak dipotong butuh waktu sekitar dua bulan. Selama itu, satu tiktok bisa menghabiskan pakan sekitar 6 kg bahan campuran dedak dan roti. Saat ini Santosa memelihara setidaknya 500-600 tiktok. "Tiap bulan, saya menghabiskan 1,8 ton pakan," ujarnya.
Santosa mengaku tidak sulit mendapatkan bahan makanan bebek. Bahan ini tersedia di banyak toko penjual makanan ternak. Santoso juga mengatakan bahwa modal berbisnis ini tidaklah terlalu banyak. "Waktu tahun 1985 modal saya hanya Rp 1 juta," ujarnya.
Untuk mendapatkan tiktok tergolong mudah. Santoso mengungkapkan, hampir setiap hari ia mengawinkan beberapa pasang itik dan entok. Dari hasil persilangan itu Santoso bisa mendapatkan 30-50 butir telur.
Ia selanjutnya memasukkan telur dalam inkubasi sebagai media penetasan. Lama penetasan sebulan. Setelah menetas, bayi tiktok siap dibesarkan dan siap dipotong setelah berumur dua bulan.
Telur agak sensitif
Cuma, Santoso mewanti-wanti. Proses penetasan merupakan bagian yang sangat menentukan. Proses melakukan inkubasi, misalnya, harus dilakukan secara hati-hati. Sebab, telur-telur ini agak sensitif. "Bisa-bisa tidak jadi bebek atau pertumbuhannya lambat," ujar Santosa.
Untuk pemilihan induk yang akan dikawinkan, Santoso mempunyai itik sebanyak 300 ekor dan entok sebanyak 20 ekor. "Saya harus menyiapkan induk sebanyak itu. Kalau kurang, saya akan membeli itik atau entok lagi," ujarnya.
Saat ini Santoso bisa menghasilkan 100 ekor tiktok dewasa setiap hari. Cuma, ia belum bisa melayani pesanan tiktok dari restoran lain. Maklum, seluruh tiktok itu masih menjadi sumber pasokan bagi restoran miliknya. Di restoran ia menjual per ekor tiktok seharga Rp 60.000. "Saya mengambil untung Rp 10.000 per ekor," ujarnya.
Santosa mengaku memprioritaskan hasil silangan tiktok untuk memasok kebutuhan restorannya. Padahal, menurutnya, permintaan dari luar hasil ternak silangannya ini lumayan besar. "Saya sering didatangi restoran yang meminta saya memasok bebek ke mereka," ujarnya.
Kalau dijual di pasar, harga tiktok bisa seharga Rp 40.000-Rp 50.000 per ekor. Sayang, Santosa enggan blak-blakan soal berapa keuntungan bersih yang diraupnya dari bisnis anak persilangan itik dan entok itu.
Santoso mengklaim, protein daging tiktok lebih tinggi ketimbang bebek, sedangkan kolesterol tiktok lebih rendah dibandingkan dengan bebek biasa. "Saya sudah mengetes di laboratorium IPB dan ada sertifikatnya," ujarnya.
Santoso mengatakan, bisnis ternak bebek silangan ini masih mempunyai prospek bagus. Selain bisa menghasilkan puluhan juta per bulan, memelihara tiktok juga semudah memelihara bebek. Tiktok termasuk unggas yang bandel dan tahan banting. Tiktok juga relatif tahan terhadap virus flu burung. "Tinggal sediakan lahan saja, bebek itu akan hidup sendiri," ujarnya. (Lamgiat Siringoringo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar